ZURINAH HASSAN IALAH SASTERAWAN NEGARA MALAYSIA

Wednesday, May 10, 2006

Sebuah Balai Polis di Melaka

Sebuah Balai Polis di Melaka
(Usman Awang dalam kenangan)


Angin Selat Melaka menyapa di jendela
Ketika aku mendengar ceritamu
Tentang sebuah balai polis
Dan sekawan mata-mata
Memikul senjata di tengah gelora
Dan darurat yang sengsara

Di situlah kau dan kawan-kawan
Untuk sedikit gaji bulanan
Demi beras untuk keluarga
Telah menyediakan nyawa
Untuk maut yang merayap di udara
Maut yang mengalir di gigi air
Maut yang mengintai di celah banir

Di balai polis di Melaka itu
Kau menyertai perbarisan
Pada jalan tanpa kepastian
Siang yang membawa entah kemana
Malam yang memaksa untuk ketawa
Sementara esok akan tiba
Dengan segala pertanyaan
Apakah punca pertarungan

Malam atau siang hampir tak ada beza
Bila bila saja akan berbunyi siren arahan
Diseret lagi ke hutan
Untuk membunuh atau dibunuh
Oleh lawan yang tak pernah ditemui
Musuh yang tak pernah dimusuhi

Mungkinkah akan dikerah lagi
Mengoyak tirai pagi
Memecah nyanyian alam
Dengan sepatu tajam
Menghenyak kehijauan
Si kera dan anak yang melekap di perutnya
Lari bertempiaran

Alangkah aneh dan sedih
Bila suara dan bahasa
Yang telah disantunkan oleh bayu gunung
Bila wajah dan jiwa
Yang telah dilembutkan oleh lunak keroncong
Seri Mersing dan Bunga Tanjung
Diarah untuk menggertak dan menghentak
Para ibu yang menggigil
Di antara tangis anak-anak kecil
Menghalakan muncung senapang
Pada pekebun-pekebun sayur
Yang tua dan uzur
Menyergah sambil menggeledah seluruh rumah
Warga miskin yang dituduh memberi bantuan
Kepada orang-orang hutan
Yang dituduh bersubahat
Dengan orang-orang jahat

Balai Polis itu terlalu banyak mengajar
Tentang tanah air dalam gelora dan debar
Dalam usapan angin selat
Angin yang dingin atau kering
Angin yang bermain di jendela
Mengusik potret ratu Inggeris
Yang tersangkut di dinding
Sebelum berbunyi lagi siren yang nyaring
Untuk bersedia ke hutan
Melindungi tanah air
Atau sekadar ladang-ladang orang asing

Balai itu masih disapa angin Selat Melaka
Ketika kau menyeka air mata
Seorang demi seorang kawan
Telah gugur di perjalanan
Dan kau diramas seribu persoalan
Untuk apakah merelakan
Segala penderitaan

Angin Selat Melaka berdesir lagi
Ketika kau melangkah pergi
Meninggalkan musuhmu yang utama
Musuh yang bernama peraturan
Yang menghalalkan kekerasan
Ketika kau melangkah pergi
Memilih jalan kebenaran

Zurinah Hassan

No comments:

Post a Comment