menjelang 50 tahun kemerdekaan negara, mengapa aku tidak dapat menulis dengan bersemangat tentang kejayaan dan kegemilangannya? Mengapa aku merasa sayu ketika menulis sajak ini?
Senandung Bunda Kandung
(setelah 50 Tahun Merdeka)
50 tahun telah berlalu ayuhai bunda kandung
sejak kali pertama kau berdiri di anjung
memakai kerudung
mahkota,
dan kalung.
Betapa anggun wajahmu,bunda kandung
dihiasi kerudung termahal tenunan halus
dalam seri benang-benang peribadi
gubahan warna pancaran panji-panji
yang pernah berkibar pada tiang
empayar silam
mercutanda bangsa yang gemilang
Betapa berserinya wajahmu, bunda kandung
memakai mahkota dan kalung
bertatah mutiara paling berharga
yang digelidah dari laut sejarah
mahkota yang pernah terhempas
oleh taufan ganas
tangan-tangan kejam
kuku-kuku tajam
yang mencakar luka pantai Nusantara
Betapa merdu suaramu, bunda kandung
menyanyikan merdeka yang agung
memuja bumi yang dipijak
dan langit yang dijunjung
dengan suara yang lantang
dan lafaz yang terang
mengungkap kasih sayang
mengenang ribuan pahlawan yang hilang
darah dan airmata yang berguguran
di sepanjang perjalanan
menuju kemerdekaan sebuah watan
setelah setengah abad,
kau bersenandung di pentas agung
suaramu mulai serak
bertanyakan tentang anak-anak
tentang rimba, pantai dan ombak
dalam rangkap-rangkap yang tersayat
mencari putera-puteri yang tersesat
menangisi lidah bangsa yang cacat
Setelah
kau masih memanggil anak-anakmu
yang sedang ghairah menyusun aksara
menghias dataran dan pentas
kau memanggil anak-anakmu
yang hampir hilang
dalam hingar-bingar laungan
dan riuh rendah perarakan
dalam hiruk pikuk
ribuan slogan dan sepanduk
kau masih bersenandung
tentang merdeka
merdeka bukan susunan aksara
merdeka bukan dataran yang terhias
merdeka bukan bunga-bunga di pentas
merdeka setelah menghalau penjajah
adalah keberanian melangkah
ke pentas dunia berdiri megah
dengan fasih lidah
berhiaskan kerudung peribadi
dan mutiara harga diri
yang tidak dijualbeli.
ZURINAH HASSAN
Shah Alam, Selangor.